LAYANAN PRIVAT DATANG KERUMAH DAN JUGA BISA ONLINE, BAIK ANAK-ANAK MAUPUN DEWASA DAN ORANG TUA CONTACT PERSON +6282337653335 ( Ach. Wifaqih, S.Pd. I
Sabtu, 13 September 2014
Sabtu, 26 April 2014
ADAM OH ADAM OH BAPAK KITA (HISTORIS NABIYULLAH ADAM AS)
M
|
enyebut nama Nabi Adam Alaihissalam (AS), maka
akan terlintas dalam benak pikiran manusia, sosok manusia pertama cerdas
(berakal) yang diciptakan Allah SWT. kisah penciptaan Adam terdapat dalam
surah Al-Baqarah [2] ayat 30.
“Ingatlah ketika Tuhamu berfirman kepada para Malaikat,
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang-orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 30)
Selain ayat di atas, masih banyak lagi ayat-ayat AlQuran yang menceritakan tentang kisah penciptaan Nabi Adam AS. Dalam AlQuran, nama Adam disebut sebanyak 25 kali, dan kisahnya antara lain dipaparkan dalam surah Al-Baqarah [2]: 30-39, Al-A’raf [7]: 11-25, Al-Hijr [15]: 26-38, Al-Isra’ [17]: 61-65, Thaha [20]: 115-127, dan Shad [38]: 71-78.
Secara umum disebutkan, Adam adalah salah satu makhluk Allah, Ia
bersama Hawa (istrinya) menjalani kehidupan di surga, kemudian Allah
menurunkannya ke bumi untuk menjadi khalifah (pengelola bumi). Bersama istri
dan keturunannya, Adam menjadi penghuni dan pengelola bumi.
Kisah diturunkannya Adam ke bumi diawali saat Adam dan Hawa memakan buah Khuldi
di surga. Allah melarang keduanya untuk memakan buah Khuldi.
“Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu
surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja
kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini (khuldi), yang menyebabkan kamu
termasuk orang-orang yang zhalim.” (QS Al-Baqarah [2]: 35).
“Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan
berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi (kekekalan)
dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS Thaha [20]: 120)
Keduanya pun terbujuk dengan rayuan iblis, hingga mereka memakan
buah khuldi tersebut.
“Maka keduanya memakan buah tersebut, lalu tampaklah bagi
keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun
(yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada tuhan dan sesatlah dia.”(QS Thaha [20]: 121)
Menurut Ibnul Atsir, Adam AS awalnya menolak
mengikuti bujukan iblis, namun desakan Siti Hawa yang begitu kuat, akhirnya
membuat Adam ikut memakan buah tersebut. Lihat An-Nihayah fi Gharib
Al-Hadits, karya Ibnul Atsir jilid 3 hlm. 158.
Keduanya lalu bertobat dan memohon ampun kepada Allah dan Allah menerima tobat
mereka dan memilih Adam sebagai Rasul-Nya.
“Kemudian Tuhannya memilihnya (menjadi Rasul), maka Dia menerima
tobatnya dan memberinya petunjuk.” (QS Thaha [20]: 122)
Kendati Allah SWT telah menerima tobat Adam dan Hawa, namun sebagaimana
kehendak Allah untuk menjadikannya sebagai khalifah di bumi, maka Adam dan Hawa
lalu diturunkan ke bumi.
“turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain. Dan
bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan.” (QS al-Baqarah [2]: 36)
“Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian jika benar-benar
datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada
rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS al-Baqarah [2]: 38)
Di bumi, Adam dan Hawa bertempat tinggal serta mengembangkan
keturunannya. Lihat firman Allah SWT dalam surah Al-A’raf [7]: 24-25.
“Turunlah kamu! Kamu akan saling bermusuhan satu sama lain. Bumi
adalah tempat kediaman dan kesengan sampai waktu yang telah ditentukan. Di sana
kamu hidup, disana kamu mati dan dari sana (pula) kamu akan dibangkitkan.” (QS Al-A’raf [7]: 24-25)
Selain Adam dan Hawa, Allah juga menurunkan Iblis dan ular ke bumi. Sebelumnya,
iblis lebih dahulu diusir dari surga karena tidak mau sujud kepada
Adam. Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari RA dalam
tafsirnya ketika menerangkan ayat ke-36 surah Al-Baqarah [2], membawakan sebuah
riwayat dengan sanad bersambung kepada para sahabat Nabi SAW seperti Ibnu Abbas,
Ibnu Mas’ud, dan lainnya
“Ketika Allah memerintahkan kepada Adam dan Hawa untuk tinggal
di surga dan melarang keduanya memakan buah khuldi, iblis memiliki kesempatan
untuk menggoda Adam dan Hawa, namun, ketika akan memasuki surga, iblis
dihalangi oleh malaikat. Dengan tipu muslihatnya, iblis kemudian mendatangi
seekor ular, yang waktu itu ia adalah hewan yang mempunyai empat kaki seperti
unta, dan ia adalah hewan yang paling bagus bentuknya. Setelah berbasa-basi,
iblis lalu masuk ke mulut ular dan ular itu pun masuk ke surga sehingga iblis
lolos dari pengawasan malaikat.” (Tafsir At-Thabari)
Gunung Tertinggi
Lalu, setelah dikeluarkan dari surga,
dimanakah Adam dan Hawa diturunkan? Para ulama berselisih pendapat mengenai hal
ini. Mayoritas ulama sepakat bahwa keduanya diturunkan secara terpisah dan
kemudian bertemu di Jabal Rahmah, di Arafah.
Mengenai tempat diturunkannya inilah yang menjadi perselisihan
pendapat di kalangan ulama. Al-Imam At-Thabari dalam Tarikh
Thabari (jilid 1 hlm 121-126), menyatakan, Mujahid meriwayatkan
keterangan dari Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang mengatakan: “Adam
diturunkan dari surga ke bumi di negeri India.”Keterangan ini juga
diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Nu’aim di dalam kitab al-Hilyah,
dan Ibnu Asakir dari Abu Hurairah RA.
Thabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Umar :
“Ketika Allah menurunkan Adam, Dia menurunkannya di tanah India.
Kemudian dia mendatangi Makkah, untuk berhaji kemudian pergi menuju Syam
(Syria) dan meninggal di sana.”
(HR. Thabrani)
Abu Shaleh meriwayatkan juga dari Ibnu Abbas yang menerangkan
bahwa Hawa diturunkan di Jeddah (Arab: nenek perempuan) yang
merupakan bagian dari Makkah. Kemudian dalam riwayat lain At-Thabari
meriwayatkan lagi bahwa Iblis diturunkan di negeri Maisan, yaitu negeri yang
terletak antara Basrah dengan Wasith, sedangkan ular diturunkan di negeri
Asbahan (Iran).
Riwayat lain menyebutkan, Adam diturunkan di bukit Shafa dan
Siti Hawa di bukit Marwah. Sedangkan riwayat lain menyebutkan Adam
AS diturunkan diantara Makkah dan Thaif. Ada pula yang berpendapat Adam
diturunkan di daerah India sementara Hawa di Irak.
AlQuran sendiri tidak menerangkan secara jelas di mana Adam dan Hawa
diturunkan. AlQuran hanya menjelaskan tentang proses diturunkannya Adam dan
Hawa ke bumi. Lihat Al-Baqarah [2]: 30-39 dan Al-A’raf [7]:
11-25.
Sementara itu, menurut legenda agama Kristen,
setelah diusir dari Taman eden (Surga), Adam pertama kali menjejakan kainya di
muka bumi di sebuah gunung yang dikenal sebagai Puncak Adam atau Al-Rohun yang
terdapat di Sri Langka.
Menurut At-Thabari, tempat Adam diturunkan
adalah di puncak gunung tertinggi di dunia. Keterangan At-Thabari ini kemudian
diikuti oleh para ahli geografi modern, dan merupakan pendapat yang paling kuat
dasarnya.
Pendapat ini juga diikuti oleh Syauqi Abu Khalil dalam
bukunya Atlas Al-Qur’an, dan Sami bin Abdullah Al-Maghluts
dalam Atlas Sejarah Nabi dan Rasul. Para ahli geologi telah
melakukan berbagai penelitian mengenai gunung tertinggi di dunia, mulai dari
dartan Asia, Eropa, Afrika, Amerika, hingga Australia. Dan dari penelitian itu
disepakati bahwa gunung tertinggi di dunia adalah Gunung Everest (Mount
Everest) yang ada di daerah Himalaya, mencapau 8.848 meter dari permukaan
laut (dpl). Dari sinilah para ahli meyakini bahwa Adam memang diturunkan di
daerah ini, yaitu di puncak tertinggi di dunia (Mount Everest). Wa
Allahu A’lam
Diturunkan untuk Menjadi Khalifah
Dalam berbagai riwayat, termasuk dalam kepercayaan orang-orang non-muslim
sebagaimana keterangan kitab-kitab mereka, Adam dan Hawa diturunkan ke bumi
akibat perbuatan mereka yang melanggar larangan Allah SWT. larangan tersebut
adalah memakan buah khuldi, karena tergoda oleh rayuan dan bujukan Iblis.
Sebagian umat islam juga mempercayai hal ini, yaitu mereka (Adam dan Hawa)
diturunkan ke bumi ini akibat melanggar larangan Allah yaitu memakan buah
khuldi.
Tentu saja, anggapan ini keliru dan sangat berbahaya bagi akidah umat islam.
Sebab, dengan meyakini diturunkannya Adam dan Hawa karena perbuatan mereka
memakan buah khuldi, berarti umat manusia saat ini menanggung dosa (warisan)
sebagaimana kepercayaan dalam agama lain.
Hal inilah yang ditolak oleh islam. Dalam ajaran islam, tidak
ada istilah dosa warisan. Setiap orang yang berbuat keburukan, maka dialah yang
menanggung dosanya dan tidak ada dosa bagi orang lain yang tidak mengikutinya.
Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menerangkan, andai dosa Adam itu ditanggung pula
oleh umat manusia, hal itu bertentangan dengan keterangan AlQuran yang
menyatakan bahwa manusia tidak akan memikul dosa orang lain.
“(Yaitu)
bahwasanya, seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (QS
An-Najm [53]: 38). Keterangan serupa juga terdapat dalam surah An-An’am
[6]: 164, Al-Isra’ [17]: 15, Fathir [35]: 18, Az-Zumar [39]: 7.
Ibnu Katsir menjelaskan, diturunkannya Adam AS ke bumi ini memang direncanakan
dan sesuai dengan skenario Allah SWT untuk menjadikannya sebagai khalifah yakni
mengelola bumi dan seisinya (QS [2]: 30). Karena itulah, Allah
mengejarkan (ilmu) tentang nama-nama setiap benda kepada Adam, dan tidak
diajarkan kepada malaikat, termasuk iblis (QS [2]: 31-37). Dengan ilmu itu agar
nantinya anak-cucu Adam di bumi bisa mengetahui dan mengelolanya dengan baik
untuk kehidupan mereka di masa-masa berikutnya.
Dengan penguasaan ilmu itu, maka Allah memerintahkan kepada malaikat dan iblis
untuk bersujud kepada Adam. Malaikat melaksanakan perintah Allah dan bersujud,
sedangkan iblis menolaknya. Dan atas penolakan iblis itu, maka Allah pun
mengutuk dan mengusirnya dari surga.
Keterangan inilah yang akhirnya membuat seorang peneliti bidang
matematika dari Universitas Kansas, Amerika Serikat, Prof. Dr. Jeffrey Lang,
untuk memeluk islam. “Adam diturunkan ke bumi bukan karena dosa yang
diperbuatnya, melainkan karena Allah SWT menginginkan seorang khalifah di bumi
untuk mengatur dan mensejahterakan alam.” Ujarnya. Lang mengatakan, ia
benar-benar berupaya keras memahami ayat 30-39 surah Al-Baqarah
[2] yang menjelaskan tentang penciptaan Adam hingga ia diturunkan ke bumi.
Ia membandingkannya dengan ajaran agama yang dianutnya terdahulu didalam
berbagai literatur dan kitab suci. Namun, ia kecewa dengan hasilnya. Maka ia
berusaha untuk terus mencari hingga akhirnya menemukan jawabannya di dalam
AlQuran.
Penjelasan terperinci Jeffrey Lang mengenai hal ini dan
pergulatannya dalam memahami islam, ia kemukakan dalam bukunya Losing
My Religion: A Call for Help.
Adam bukan Makhluk Pertama
Nabi Adam AS adalah manusia cerdas pertama yang diciptakan Allah SWT. ia
diberikan akal pikiran dan dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk yang
menciptakannya, Allah SWT. dan Adam diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi
khalifah di muka bumi, yakni mengelola, merawat dan melestarikannya untuk anak
cucunya kelak. (QS Al-Baqarah [2]: 30-39).
Banyak pendapat yang mengatakan, Adam bukanlah manusia pertama. Pendapat ini terekam
dalam berbagai buku. Bahkan beberapa diantaranya ditulis oleh penulis muslim.
Menurut mereka maknanya bukan menciptakan (khalaqa), melainkan
menjadikan (ja’ala).
Sebagaimana diketahui, Adam AS memang bukan makhluk pertama yang
diciptakan Allah. Sebab, masih ada makhluk lain yang lebih dahulu
diciptakan-Nya, seperti Malaikat dan Iblis.
Pendapat yang menyatakan bahwa Adam bukan
manusia pertama, salah satunya dikemukakan ole Dr. Abdul Shabur Syahin. Dalam
bukunya Ar-Rawafid al-Saqafiyah (Adam Bukan Manusia Pertama? Mitos atau
Realita), Syahin mengatakan, Adam adalah Abul Insan, bukan
Abul Basyar. Keduanya bermakna sama, yakni bapak (nenek moyang) manusia.
Abdul Shabur Syahin membedakan makna antara al-Insan dan al-Basyar.
Karena perbedaan itu, Syahin menegaskan, Adam bukanlah manusia pertama.
Menurutnya, Adam bukan diciptakan, melainkan dilahirkan. Makna dari dilahirkan
berarti ada orangtuanya. Ia membedakan antara kata ja’ala (menjadikan)
dan khalaqa(menciptakan). Menurutnya, dalam surah Al-Baqarah [2]:
30, An-Naml [27]:62, Fathir [35]: 39, kata ‘menjadikan khalifah’ bukanlah
menciptakan manusia baru, tetapi meneruskan cara kerja manusia yang sudah ada
sebelumnya. Karenanya, kata dia, Adam bukanlah manusia pertama.
Pendapat ini dibantah oleh Syekh Abdul Mun’im Ibrahim. Menurutnya, pendapat
yang diutarakan oleh Abdul Shabur Syahin tentang Adam dilahirkan, sangat
bertentangan dengan sejumlah ayat AlQuran maupun beberapa hadits Nabi Muhammad
SAW yang menyebutkan awal mula penciptaan Adam dari tanah. “Pendapat Abdul
Shabur Syahin bahwa Adam dilahirkan ole kedua orangtuanya, mengingatkan kita
pada teori evolusi yang dikemukan Charles Darwin, seorang Yahudi picik yang
menulis dalam bukunya Ashl al-Anwa’ (Asal Mula Penciptaan).
Darwin berpendapat, manusia berevolusi dari bentuk aslinya ke bentuk sekarang,”
tegas Syekh Mun’im Ibrahim, dalam bukunya Ma Qabla Khalqi Adam (Adakah
Makhluk Sebelum Adam, Menyingkap Misteri Awal Kehidupan), dan Wafqat
Ma’a Abi Adam.
Syekh Mun’im setuju bahwa ada makhluk lain sebelum Adam
diciptakan. Artinya, Adam bukan makhluk pertama. Namun demikian, ia sangat
yakin bahwa Adam adalah manusia pertama yang berakal yang diciptakan Allah SWT.
Pendapat senada dengan penjelasan Syekh Mun’im ini, juga
terdapat dalam buku Al-Jamharah karya Abu Darid, At-Tahzib karya
Al-Azhari, Diwan al-Adab karya al-Farabi,Mu’jam Maqayis
al-Lughah karya Ibnu Faris, Lisanu al-Arab karya Ibnu
al-Manzhur Al-Ifriqi, lalu As-Shahhah karya Al-Jauhari,
dan al-Mukhtar karya Ar-Razi.
Sejumlah pihak mengatakan, bahwa sebelumnya telah ada makhluk lain yang disebut
manusia dan mengelola bumi ini. Namun, mereka bukanlah manusia yang berakal
sehingga dalam pengelolaannya makhluk itu banyak melakukan kerusakan dan
kehancuran. Itulah, menurut berbagai pendapat, sehingga malaikat berkata kepada
Allah, bahwa makhluk yang diciptakannya untuk mengelola bumi itu akan melakukan
kerusakan, sebagaimana pendahulunya. Wa Allahu A’lam.
Makhluk Pertama
Lalu, apa atau siapa makhluk yang pertama kali
diciptakan Allah SWT?menurut Syekh Mun’im, makhluk yang pertama kali diciptakan
adalah qalam(pena). Dari Ubadah bin As-Shamit, ia berkata, “Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Awal makhluk yang Allah SWT ciptakan adalah
pena, lalu Dia berkata kepada pena, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku
tulis?’ Allah berkata, ‘Tulislah apa yang akan terjadi dan apa yang telah
terjadi hingga hari Kiamat.”
Imam Ahmad RA meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: “Bahwa makhluk
yang pertama kali Allah ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena
tersebut, ‘Tulislah.’ Maka pada saat itu berlakulah segala apa yang ditetapkan
hingga akhir kiamat.” (Lihat Musnad Ahmad RA).
Dalam riwayat lain, ada yang mengatakan, makhluk yang pertama diciptakan
adalah dawat (tinta), lalu pena. Ada pula yang menyebutkan,
air pertama kali diciptakan.
Menurut Syekh Mun’im, pena adalah makhluk pertama yang
diciptakan. Pendapat ini telah di-tarjih dan dikuatkan oleh Ibnu
jarir dan Nashiruddin al-Albani RA. Setelah Allah menciptakan qalam,
maka kemudian dilanjutkan dengan penciptaan tinta (dawat). Selanjutnya, Allah
menciptakan air, kemudian arasy (singgasana), kursi, lauh
al-mahfuzh, langit dan bumi (semesta), malaikat, surga, neraka, jin dan
iblis (syaitan), dan Adam AS.
Wa Allahu A’lam
Keduanya (Adam dan Hawa) berkata:" Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan m
Wahai ADAM, "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?"" (QS. al-A'raf (7) : 22)
emberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi ". (QS. al-A'raf (7) : 23)
Allah berfirman:" Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan ". (QS. al-A'raf (7) : 24)
Adam dan Hawa. Diturunkan Allah ke bumi karena kemaksiatannya. Mereka diturunkan pada tempat yang berbeda hingga keduanya berkeliling bumi dan dapat berjumpa kembali di Padang Arafah pada Hari Arafah.
Tangisan keduanya selalu menggetarkan hati, karena keduanya telah dikeluarkan dari Surga Allah dan meninggalkan semua kenikmatannya. Di dunia, dia menghadapi permusuhan Iblis dan gangguannya dengan api kemaksiatan. Adam menyesal, hingga ia menangis tiada henti agar dapat kembali ke Surga 'Adn tempat tinggalnya dulu.
Adam merasakan keletihan, kelelahan dan kepayahan di bumi ketika dirinya merasa lapar dan haus. Sementara dulu di surga Tuhannya berfirman kepadanya, "Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan didalamnya dan tidak akan telanjang. Dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) ditimpa panas matahari didalamnya" (QS. Thaha: 118-119) (HR. al-Baihaqi, dari Ibnu Abbas ra.)
Airmata Adam alaihissalam bercucuran menyesali perbuatan yang ia lakukan. Airmata kesedihan yang membuat semua berempati kepadanya seolah-olah Adam berkata kepada Rabbnya,
"Adakah mataku bisa meninggalkan bumi ini, sehingga mataku melihat segala sesuatu yang indah? Apakah kami masih bisa kembali dan diampuni? Katakanlah apa itu bisa?"
Tangisan TAUBAT itu akhirnya didengar oleh Allah dan Dia mengampuni dosanya. Allah SWT berfirman, "Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya" (QS. al-Baqarah: 37)
Taubat Adam tidak lain adalah, "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi ". (QS. al-A'raf (7) : 23)
Maka terjadilah perjanjian taubat, seolah-olah Allah berkata pada Adam,
"Wahai Adam, apa yang terjadi pada dirimu adalah termasuk dari tujuan penciptaanmu. Wahai Adam, Aku tidak mengeluarkanmu dari surga kecuali agar kamu dapat memakmurkan bumi dan memberikan upah kepada para pekerja, 'Lumbung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo'a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka' (QS. as-Sajdah: 16)"
"Wahai Adam, janganlah kamu bersedih karena perkataan-Ku padamu, "Turunlah kamu dari surga itu" (QS. al-A'raf: 13)
Dan kamu mendapatkan penutupnya. Akan tetapi, keluarlah dari surga ke ladang usaha, dan siramilah air matamu pada pohon penyesalanmu."
"Wahai Adam, kamu keluar dari surga agar Aku mengeluarkan penyakit UJUB darimu, dan Aku pakaikan kepadamu pakaian taubat dan ketundukan kepada-Ku"
Hanya dengan sebab satu suapan, ADAM alaihissalam (dan SITI HAWA) diusir dari SURGA.
Dan hanya karena meninggalkan satu kali sujud, IBLIS diusir dari rahmat Allah dan masuk kedalam laknatnya. Itulah MAKSIAT. Adam alaihissalam bertaubat atas maksiat yang telah diperbuatnya.
"Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertaubat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah taubat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. al-A'raf (7) : 153)
Sesungguhnya taubat merupakan hamparan Allah, dan Dia Maha Pemberi Taubat, Maha Penyayang, dan Maha Pengampun. Bumi adalah tempat mengakui kesalahan, bukan tempat pemberian hukuman.
"Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. as-Syura (42) : 25)
"Dan andaikata tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya atas dirimu dan (andaikata) Allah bukan Penerima Taubat lagi Maha Bijaksana, (niscaya kamu akan mengalami kesulitan-kesulitan)." (QS. an-Nur (24) : 10)
"Maka bertasbihlah dengan dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat." (QS. al-Nashr (110) : 3)
"Yang Mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk)." (QS. al-Mu'min (40) : 3)
Rasulullah SAW bersabda, "Hai manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah dan beristighfarlah kepada-Nya, karena aku bertaubat dan beristighfar kepada-Nya SERATUS kali dalam sehari" (HR. Muslim)
Dari Ibnu Umar ra., ia berkata, "Dalam satu majlis kami menghitung Rasulullah SAW membaca SERATUS kali ucapan berikut, 'Tuhanku, ampuni dosa-dosaku dan terimalah taubatku, karena Engkau Maha Penerima Taubat dan Maha Pengampun'" (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majjah)
JIKA RASULULLAH SAW BERTAUBAT KEPADA-NYA SERATUS KALI SEHARI, BAGAIMANA DENGAN KITA?
Demikianlah, Kisah Taubat Nabi Adam alaihissalam. Semoga kita dapat mengambil hikmahnya untuk bersegera bertaubat kepada Allah SWT.
Sesungguhnya dalam Kisah-kisah orang terdahulu terdapat hikmah dan pengajaran bagi orang yang berfikir.
Firman Allah SWT,
"Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman." (QS. Yusuf (12) : 111)
Dan sebaik-baik Kisah adalah Kisah yang diabadikan Allah dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW.
Dan ilmu yang terbaik juga ada dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, "Ilmu adalah Allah berfirman.., dan Rasulullah bersabda..." Wallahu'alam bisshawwab.
WBL
Langganan:
Postingan (Atom)